I will continue my yesterday story about Glodok. I always like to shop IT peripherals, beside one of my education background is IT, else is the art of talking, bargaining, and comparing each other interesting me so much. Otherwise IT peripherals are expensive enough dan my office is just a little only, so if I delegate it to my employee I worry it will be wrong choice and they feel irritated because its price. (btw, if you read posting about Shopping Free Day, I am a guy who like shopping. So everytime has a girlfriend they must be happy because I am not passive companion only, but the active one. Ugh, I do self promotion, don’t I?)
One thing that I feel glad when I was mature age is, there area one blessing from God which I condemned when I was childhood. What is that? Yes, that is Chinese alike face that I have. Long time ago, when I was at elementary school, guessed as Chinese just like a shit happened. Damn Chinese! (look at my posting Damn Chinese!). Luckily, when I was at elementary school, I am the champion in school mark which make many friends came to my house to study together. (I want to make you envy that my study group member were all girls, I am the only man and became patron also. Haw). So, my friends realized that I am not Chinese because they meet my parents.
But when I growing up to mature age, having Chinese alike face give me more benefit. When I was work at industrial area, Chinese bosses like to conversate with me. They told me about their lazy employees and coincidentally like to use their status as moslem. For example of their action is took a long time in musholla (moslem prayer room) at the time of dayrest for nap. This is unproductive and I was shame as a moslem. But they didn’t know that I am moslem too and not a Chinese!
This Chinese alike face is give some benefit also in Glodok (Jakarta’s Chinese town, the biggest electronic centre in South East Asia). Called as “koh” (means brother in Chinese) will make me easier to get cheaper price. As a consequences, we must learn a little about language, style, and the way they do transaction. And until now I succeeded enough.
It is more useful when I join entrepreneur community. Because many of them are Chinese, that make more enjoyable when we talk. Moreover, when I still work at some luxury gallery as promotion & marketing manager, I send to attended one occasion to represent my boss.
And in those occasssion I pretend as boss’ little brother because off every time I gave my business card almost all people ask, “It is your own store, isn’t it?” (Ghos, gallery they called as store? But that’s they style, everyone who sell something they called as trader, and the place is store). And I lied (see, I am not as an honest man also). After the party, my boss called and ask about situation. Because I must represented my company and had duty to make relationship with as many as people. I told him my lie. How his reaction? He just laughed and said it is ok for him. As far as my action give me breakthrough, it is okay to pretend as his brother. (But I heard his statement as: as far as you can sell, do anything to sell. Haha.).
So, every stigma is stereotype and not correctly right always. What we had condemn or just sorry at the present time maybe will be useful at the future. You may heard the story about one young man who had fallen down when he take some fruit from tree. His leg was broken. He sorry about that. Suddenly, army recruiter came to his village and declared military mobilization to all young man. Because that broken leg young man was sick, recruiter let him go. And afterwards, all men from his village death at war. Those young man praise God because his broken leg which temporary only could save his life.
Yeah, I know you can see those story from another perspective (just like I always suggest this to anyone I met). Just like you can see it from patriotism angle. But at this time I just want to stress: God know the best for you. God even know about you than yourself. Because of that, never think God ‘gift’ is less or wrong. Because that ‘handicap’ may useful someday or have good value also. Yeah, just like my story above. I have some benefit because guessed as Chinese man, meanwhile I feel shame at the past time if anyone did it.
Saya meneruskan lagi cerita soal Glodok kemarin. Dari dulu saya selalu senang belanja sendiri keperluan IT, selain karena pendidikan saya salah satunya memang IT, juga seni ngobrol dan membanding-bandingkan antar tokonya itu asyik. Selain itu barang IT mahal dan kantor saya masih kecil saja, jadi kalau dimandatkan nanti malah salah dan karyawan yang diminta beli pun nanti miris mengingat harga mahalnya. (eh, kalau lihat tulisan soal Hari Tanpa Belanja, saya ini termasuk pria yang senang belanja lhoh. Makanya tiap punya pasangan mereka pasti senang karena saya tidak cuma menemani pasif, tapi aktif. Uh, promosi diri nih yee).
Satu hal yang saya senang adalah saat saya dewasa, ternyata ada kelebihan lain dari ALLAH yang dulu malah sempat saya rutuki waktu kecil. Apa itu? Ya, itulah wajah mirip Cina yang saya miliki. Dulu, waktu SD seolah itu jadi masalah. Dikira Cina seakan aib. Cina lu! (lihat tulisan saya berjudul Dasar Cina!). Untungnya, di SD saya adalah juara umum (bahkan kabupaten) dan teman-teman sering main ke rumah untuk belajar bersama (Eh, mau bikin ngiri nih, kelompok belajar saya semuanya cewek! Saya adalah satu-satunya cowok dan jadi narasumber pula! Hehe). Jadi, mereka tahu kalau saya bukan Cina justru karena bertemu dengan orangtua saya.
Tapi saat dewasa, punya wajah mirip Cina justru menguntungkan. Sewaktu bekerja di kawasan industrial, bos-bos Cina justru senang ngobrol dengan saya. Mereka banyak curhat soal pegawainya yang malas dan kebetulan senang memanfaatkan statusnya sebagai muslim. Misalnya dengan berlama-lama di musholla sewaktu jam istirahat untuk tidur-tiduran. Ini sangat tidak produktif dan tentu saja sebagai muslim saya malu. Tapi mereka tidak tahu saya muslim dan bukan Cina!
Demikian pula wajah mirip Cina ini sangat berguna di Glodok. Dipanggil “koh” akan membuat harga jadi lebih murah. Tapi konsekuensinya, kita harus belajar sedikit bahasa, gaya, dan cara mereka bertransaksi. Dan sejauh ini saya cukup berhasil.
Lebih enak lagi saat masuk ke komunitas pengusaha. Karena kebanyakan mereka Cina, maka enak saja saat kita ngobrol. Bahkan, dulu sewaktu saya masih bekerja di sebuah gallery mewah sebagai promotion & marketing manager, saya dikirim untuk menghadiri pesta mewakili bos saya.
Dan di situ saya mengaku adiknya bos karena saat menyodorkan kartu nama hampir semuanya menanyakan, “Ini toko kamu sendiri kan?” (Duh, gallery dibilang toko? Tapi memang begitu antara lain gaya mereka. Semua orang yang menjual sesuatu dibilang orang dagang, tempatnya disebut toko). Dan terpaksalah saya berbohong (see, saya bukan orang yang sejujur itu.). Sepulangnya dari pesta, bos saya menelepon bagaimana hasilnya. Karena saya harus merepresentasikan perusahaan dan ditugasi berkenalan dengan sebanyak mungkin orang. Saya menceritakan kebohongan saya tadi. Apa reaksi bos saya? Ia hanya tertawa dan mengatakan tidak apa-apa. Selama itu memperlancar tugas saya, tidak mengapa saya mengaku adiknya. (Tapi saya mendengarnya: selama kamu bisa menjual, lakukan apa saja untuk bisa menjual. Hehe.).
Jadi, sebenarnya semua stigma itu stereotype dan tidak selalu benar. Apa yang kita rutuki atau sekedar disesali sekarang mungkin akan berguna di masa depan. Anda mungkin pernah dengar kisah seorang lelaki muda yang terjatuh dari pohon saat sedang memetik buah. Kakinya patah. Ia menyesalinya. Tapi beberapa saat kemudian datang petugas perekrutan tentara ke desa tempat tinggalnya dan memberlakukan wajib militer pada semua pria muda. Karena lelaki muda itu sedang sakit, ia tidak ikut direkrut. Dan ternyata, dalam perang semua lelaki dari desanya gugur. Tentu saja lelaki muda itu bersyukur karena ternyata patah kakinya yang sakitnya cuma sementara bisa menyelamatkan hidupnya.
Tentu saja, kisah itu bisa dipandang dari sudut lain (seperti saya selalu menganjurkan hal ini pada siapa pun yang saya temui). Misalnya dari sudut patriotisme. Hanya saja kali ini yang ingin saya tekankan adalah: Tuhan tahu yang terbaik untuk anda. Ia bahkan lebih tahu anda daripada anda sendiri. Karena itu jangan pernah menganggap ‘pemberian’nya kurang atau salah. Karena ‘cacat’ itu bisa bermanfaat kelak atau memiliki hikmah lain. Yah, seperti sayalah. Ada untungnya juga dikira Cina, padahal dulu saya merasa minder kalau orang lain menganggap saya Cina.
Bener banget…
Kadang yang baik bagi manusia, sebenarnya bukan yang terbaik bagi manusia. Tuhan lebih tahu mana yang biak untuk kita, mana yang nggak. Karena Dia lah pencipta kita. Hehehhehe…
Btw, emang kenapa sih banyak orang menilai berdasarkan ras? Bukankah kita manusia diciptakan berbeda untuk saling mengenal. Emang apa salahnya kalo kita cina, sunda, jawa, anglo-saxon? Itu kan semua ciptaan Tuhan. Harusnya kalo orang yang beriman, nggak beda-bedain ras/suku kan?
Buat bangsa Indonesia, please don’t be racist, kayak tetangga sebelah malingsia tuh…
Emang ya mas di balik kekurangan Tuhan berikan kelebihan yang kita tidak tahu, nice posting
Terima kasih utk komentarnya, semangat egaliter dan terus belajar dari kehidupan inilah yg coba ditularkan blog ini. Rajin2 berkunjung ya 🙂