Damn Chinese! / Dasar Cina!

Indonesian people commonly used that term to describe any Chinese race. Of course that term goes with negative connotative. A little ambiguous actually, because this is hatred term and love term at the same time. It can be hate because with that term we look at Chinese as a bad guy. Dishonest, clumsy, rude, hate anybody else than them, and frankly speaking. But love at the same time. This came because of Chinese people look as a lucky, smart, persistence, hard worker, good trader, -and of course- rich. That is a Chinese stereotype from ‘native race’ view.

There are many mistakes in that kind of stereotype. As same as another race or ethnic group in Indonesia which is more than 700, no body has identical. None of them even they are Javanese, Bataknese, Sundanese, Malayan, Bugisian, Papuanese, Timorense, or Dayaknese. No generalization could be applied to all people within one population. Even there are general schemes or modus, which is neutral. Just like Javanese like to eat sweet food or Minangakabau people like to eat hot chili food.  

It is similar within their life, business or private, all depends on every individual people. But there are general scheme which show Chinese people which trade or doing business, proven more persist than any other race in the world. Israeli can see themselves as God lover, Aryan can claimed themselves as the most clever, Brazilian good in football, British the most gentle and aristocrat, but for trade, Chinese is the most persistence people. It scared American and European Union with various China commodities enter they market. 

What make them differentiate Chinese with another race is because they have old culture and sailed since a long time ago. Many of them went to far land including to Nusantara (old name of Indonesian area plus several other island which now belong to other countries). They had made family at that foreign land, far from their ancestor land. So, are they still Chinese? Even they already became foreign land citizen from generation to generation?

For Indonesian, it is not enough if we made such public service advertising. The most important one is we must change our entire paradigm. Chinese race is not ‘alien’ which ‘eating people’. They are as same as us, human being which eating rice. What make them different from the other which unsuccessful is the general scheme of Chinese work method to gain success.

Every one can be successful, but must reveal the secret. It never enough with positive thinking only like The Secret book taught us, but positive action also. Chinese people prove they can success with positive action when facing their trade partner. Even they put their own interest after the other. Just see around you there are many Chinese races whose has no good house, even they have money for it. They put their money as capital to spread their trade.  Eventhough not all of Chinese people’s personality and habit are positive, but anything positive can be learn by us. No need to utter that rude term –like in the beginning of this article- then. Contrary, maybe we should better ask, “Wow, are you Chinese? May I follow you to success?”

(I’d love to write about this general scheme in business of this Chinese race in the next chance. May God bless my intention.).

Ungkapan bernada makian yang menghina ini seringkali kita dengar, baik di jalan atau di kampung-kampung. Agak aneh sebenarnya. Karena ungkapan ini sebenarnya merupakan ungkapan ‘benci tapi rindu’. Benci karena seolah-olah orang ras Cina itu begitu jeleknya. Curang, mau menang sendiri, licik, tak pedulian, kasar kalau bicara, dan gemar menghina orang lain. Tapi sekaligus juga rindu. Karena orang ras Cina dipandang beruntung, pintar, ulet, giat bekerja, pandai berdagang, dan tentu saja, kaya. Begitulah stereotype orang ras Cina bagi ‘orang pribumi’.

Banyak kesalahan dalam stereotype itu. Sama seperti orang ras atau suku Jawa, Batak, Sunda, Melayu, Bugis, Papua, Timor, Dayak, atau 700 lebih suku bangsa lain di Indonesia, tidak ada orang yang sama persis. Tidak ada suatu generalisasi yang sahih berlaku bagi semua orang dalam suatu populasi. Andaikata ada pola umum, justru pola umum itu bersifat netral dan bukan positif atau negatif. Misalnya orang Jawa cenderung suka makanan bernuansa manis sementara orang Minangkabau bernuansa pedas.

Demikian pula dalam kehidupan, baik bisnis maupun pribadi, semua terpulang kepada masing-masing individu. Namun ada pola umum orang Cina yang berdagang atau berbisnis, ternyata memang cenderung lebih ulet dari bangsa mana pun di muka bumi ini. Orang Israel boleh saja mengaku bangsa pilihan Tuhan, orang Arya boleh mengklaim mereka paling pintar, orang Brazil paling jago main bola, orang Inggris paling santun dan aristokrat, tapi untuk urusan dagang, orang Cina-lah yang paling ulet. Begitu uletnya sampai-sampai Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa takut dengan serbuan barang-barang komoditi dari Cina.

Yang juga membedakan orang ras Cina dengan bangsa lain adalah karena mereka bangsa tua dan sudah lama menguasai ilmu pelayaran, maka banyak yang merantau ke negeri jauh termasuk ke Nusantara. Mereka bahkan beranak-pinak di negeri-negeri yang jauh dari negeri leluhurnya itu. Maka, apakah mereka masih kita sebut orang Cina? Padahal mereka sudah bergenerasi meninggalkan negeri asalnya terutama karena masalah ekonomi?

Rasanya tidak cukup hanya iklan layanan masyarakat tentang pembauran model si  Joko, Acong, dan Sitorus(masih ingat?), tapi paradigma kita secara keseluruhan yang harus diubah. Orang ras Cina bukanlah ‘alien’ yang suka ‘makan orang’. Mereka juga sama-sama orang yang makan nasi. Apa yang membedakan dari mereka yang tidak sukses hanya pola umum kebiasaan kerjanya untuk menggapai sukses.

Siapa pun bisa sukses, asal tahu rahasianya. Tidak cukup dengan pikiran positif seperti diajarkan buku The Secret, tapi juga tindakan positif. Orang ras Cina telah membuktikan mereka mampu sukses semata dengan tindakan positif kepada mitra dagangnya. Bahkan mereka mendahulukan kepentingan orang lain dibandingkan dirinya. Coba lihat betapa banyak orang ras Cina yang rumahnya tidak bisa dibilang mewah, padahal ia punya kekayaan lebih dari cukup untuk pindah rumah. Meski tentu saja tidak semua hal dari kepribadian dan kebiasaan ras Cina positif, semua yang positif bisa kita tiru. Maka, tidak perlu lagi ada ungkapan bernada menghina. Malah yang ada kita mengagumi, “Wah, anda Cina ya? Boleh dong saya belajar sukses?”

(Saya ingin sekali mengupas soal pola umum kebiasaan bisnis ras Cina ini dalam kesempatan berikutnya. Semoga Tuhan memberi kesempatan.)

2 responses to “Damn Chinese! / Dasar Cina!

  1. Wow,,,what an interesting article it is… 🙂
    You have a different perspective about chinese…
    I think we have to be like that…

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s